[semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah]

Minggu, 29 Januari 2012

Reaksi Iran terhadap Hukuman dari "Barat"

Dalam beberapa tahun belakangan ini, Iran terus menjadi perhatian dunia sejak negara yang dipimpin oleh Ahmadinejad ini berhembus isu telah mengembangkan teknologi nuklir. Amerika Serikat, merupakan negara pertama yang mencurigai Iran dan mengecam tindakan Iran tersebut. 

Tidak diketahui pasti apakah Iran benar-benar menggunakan teknologi nuklirnya untuk keperluan militer, atau untuk perdamaian. Dari pemerintah Iran sendiri, mengaku bahwa teknologi nuklirnya itu adalah murni untuk tujuan damai. Namun Amerika Serikat tidak percaya akan komentar tersebut, dan bersikeras bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir. Sampai pada akhirnya, International Atomic Energy Agency (IAEA) pun angkat suara. Dari harian Seputa Indonesia Online, tertanggal 18 Januari 2012, IAEA mengatakan bahwa Iran telah melakukan pengembangan uranium di tempat baru, di selatan Teheran. IAEA pun memberikan konfirmasi awal bahwa pengembangan itu telah berjalan 20%, jauh lebih tinggi dari batas 3,5% yang dianggap masih aman untuk tujuan damai. Dengan konfirmasi tersebut, IAEA seakan membenarkan kecurigaan Amerika Serikat selama ini tentang apa yang mereka utarakan kepada Iran terkait isu nuklir.

Dengan merujuk konfirmasi dari IAEA itu, Amerika Serikat pun semakin panas. Pada saat itu AS berniat mengembargo ekonomi Iran dan nantinya juga akan diikuti oleh negara-negara Eropa yang merupakan sekutu Amerika Serikat. Iran pun seakan tidak mau kalah, Pemerintah Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz yang merupakan jalur utama peredaran minyak dunia. Bisa dikatakan, Selat Hormuz adalah urat nadi dari perekonomian dunia. Dalam bulan Januari ini, Iran sepertinya sangat serius untuk merealisasikan kata-katanya, yakni menutup Selat Hormuz. Hal itu bisa dilihat dengan adanya kapal-kapal militer Iran yang sedang melakukan latihan perang di kawasan tersebut. Artinya, Iran sekarang ini sepertinya sudah sangat siap untuk menutup jalur strategis tersebut.

Kembali ke IAEA, tim dari PBB ini dijadwalkan akan mengunjungi Iran untuk memastikan ucapan pemerintah Iran bahwa negara tersebut sedang mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Kunjungan IAEA ini pun disambut dengan hangat oleh Iran, meski sebelumnya terdengar isu bahwa IAEA telah membocorkan data mengenai nama-nama pakar nuklir Iran ke badan intelijen Israel, Mossad. Berita itu dikait-kaitkan ketika seorang ahli nuklir Iran, Mostafa Ahmadi Rosha, tewas dengan bom yang dipasang dibawah mobilnya yang diparkir di Universitas Tehran. Iran menuduh Israel sebagai dalang dari pembunuhan tersebut dan harus bertanggungjawab atas kematian seorang ilmuwan nuklir Iran tersebut. Dalam dua tahun terakhir, Iran telah kehilangan tiga ilmuwan nuklirnya, salah satunya adalah Masoud Ali Muhammdi yang dibunuh tepat pada 11 Januari 2010. Atas semua kejadian tersebut, Iran juga menuduh badan intelijen Iran, Mossad, sebagai pelakunya dan memungkinkan Amerika Serikat ikut turut andil dalam kasus pembunuhan tersebut.

Tidak lama ini, Amerika Serikat mulai menjalankan sanksi yang selama ini terus mengancam pihak Iran. Sanksi-sanksi tersebut antara lain adalah sanksi ekonomi berupa penutupan semua transaksi ekonomi bank-bank Amerika Serikat dengan bank sentral Iran. Mengenai embargo minyak, Amerika Serikat memang tidak pernah memasok sedikitpun minyak dari Iran sejak meletusnya Revolusi Iran. Dengan segala kekuatan yang dimiliki, AS kemudian mulai membujuk negara-negara Eropa untuk mengikuti langkah-langkah yang ingin dilakukan AS terhadap Iran. AS memanfaatkan keadaan yang baik ketika Inggris dan Iran juga sedang dihadapi dengan hubungan yang buruk. Kedutaan Inggris di Teheran, diserang oleh warga Iran yang memicu amarah dari pihak Inggris dan menarik sejumlah diplomatnya demi alasan keamanan.

Hingga saat ini, negara-negara Eropa telah setuju untuk memberhentikan impor minyak dari Iran. Sanksi itu diambil karena menurut Barat, Iran sangat bertumpu pada ekspor minyaknya. Sekitar 40% dari pendapatan Iran, berasal dari sektor minyak. Pemberhentian ini akan dilakukan tahap demi tahap, karena masih banyak negara Uni Eropa yang tidak menerima mentah-mentah perencanaan sanksi tersebut. Masih banyak kendala dalam meraih persetujuan karena banyak pertentangan dari sebagian negara anggota. Salah satunya adalah Yunani. Yunani yang sedang dilanda krisis beranggapan bahwa jika Yunani berhenti membeli minyak dari Iran, maka keadaan negara tersebut dikhawatirkan akan semakin memburuk. Karena Yunani juga merupakan negara yang mengandalkan minyak Iran yang dijual dengan harga yang relatif murah.

Iran sendiri tidak terlalu terpengaruh akan ancaman dari AS dan Uni Eropa itu. Iran masih mengandalkan negara-negara seperti Rusia, China, Korut dan Turki sebagai konsumen dari minyak Iran. Meski tidak setuju dengan sanksi Barat, Turki sangat menyayangkan tindakan Iran yang tidak menghiraukan ancaman tersebut. Baru-baru ini, pemimpin Iran, Ahmadinejad, juga telah melakukan perjalanan ke negara-negara di Amerika Selatan yang notabene berstatus anti-AS. Negara-negara tersebut antara lain Kuba, Venezuela, hingga Guetamala. Mereka menyambut hangat kedatangan Ahmadinejad dan mengindikasikan bahwa mereka juga berada di pihak Iran.

Mungkin hingga saat ini, Iran masih aman dengan mengandalkan negara-negara Timur dan beberapa negara di Amerika Latin untuk mengatasi masalah di sektor perminyakannya. Tetapi, jika kita melihat keseriusan yang diperlihatkan oleh Barat, hal ini jelas tidak akan membawa dunia ini kearah perdamaian. Perang Dingin II pun bukan mustahil akan kembali terjadi. Jika pun harus menempuh jalur perang secara militer, Israel dan Iran merupakan negara yang saling serang, mengingat letak geografis negara ini tidak terlalu jauh dan juga kekuatan militer dan politiknya relatif seimbang. 

Bagaimana dengan negara-negara lain yang tidak ikut campur dalam konflik ini, tetapi merasakan efek dari sanksi Barat terhadap Iran? contoh negara dari jawaban tersebut adalah Indonesia. Dengan prinsip zero enemy yang dimiliki oleh Indonesia, secara otomatis Indonesia diyakini tidak memihak kemanapun. Efek yang dirasakan Indonesia dari situasi ini adalah ancaman kenaikan harga minyak didalam negeri. Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan rencana kenaikan harga BBM, atau memilih jalur konversi ke gas. Apapun keputusan dari pilihan tersebut, kebijakan yang diambil akan segera diterapkan dalam beberapa bulan kedepan untuk terjaganya stabilitas dalam negeri Indonesia dalam menghadapi situasi sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar