[semua orang adalah guru, semua tempat adalah sekolah]

Jumat, 06 Januari 2012

Invasi dan Konsekuensi Irak Pasca Tragedi WTC

Kronologi Singkat Penyerangan WTC
 
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Amerika Serikat adalah sebuah Negara Adidaya. Dimana Negara tersebut mempunyai pengaruh yang kuat ke kancah dunia Internasional. Amerika adalah negara maju yang memiliki ideologi demokrasi dan ideologinya tersebut tersebar luas di berbagai Negara. Amerika Serikat membawa tiga hal utama yaitu Demokrasi, HAM, dan isu kontemporer yang banyak didiskusikan yakni Terorisme.

Terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman yang mengintimidasi dan menimbulkan ketakutan serta memaksa orang lain dengan tujuan politik. Pelaku teror disebut teroris, yang biasanya menjadi sasaran terorisme adalah orang yang tidak atau kurang berdaya, tetapi memiliki posisi yang berpengaruh terhadap keadaan. Agar intimidasi itu berdampak luas, biasanya tindakan terror dilakukan secara spektakuler, seperti meledakkan bom di tempat umum yang banyak dikunjungi orang atau membunuh seorang pemimpin politik ketika sedang berpidato di depan banyak orang. Perbuatan teror umumnya segera disertai pengumuman oleh pelaku atau kelompoknya agar masyarakat umum tahu siapa yang menjalankan teror.[1] 
 Serangan 11 September 2001 ialah serangan terorisme yang biasa dikenal dengan serangan 9/11 (nine eleven). Serangan tersebut menyerang gedung kembar WTC dan gedung Pentagon. Sebenarnya targetnya ada empat bangunan, namun pada kasus terakhir, para teroris gagal. Sekitar 3.000 orang tewas dalam serangan terorisme ini. Ribuan jiwa di World Trade Center dan Pentagon juga tewas, dan kedua menara World Trade Center jatuh dan hancur.
Persis sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2004, di dalam sebuah pernyataan video terekam, Osama bin Laden mengakui keterlibatan Al-Qaeda pada penyerangan Amerika Serikat dan mengakui hubungan dia secara langsung pada serangan tersebut. Dia berkata bahwa serangan tersebut dilakukan karena "kami bebas... dan untuk mendapatkan kebebasan bagi negara kami. Seperti kalian meremehkan keamanan kita, kita meremehkan keamanan kalian. Osama bin Laden berkata bahwa dia sendiri telah memimpin 19 pembajak pesawat. Di dalam video tersebut dia berkata, "Kita telah sepakat dengan Komandan Jendral Muhammad Atta, Allah mengasihi dia, bahwa semua operasi akan dilaksanakan dalam 20 menit sebelum Bush dan pemerintahannya sadar". Video lain yang didapatkan oleh Al Jazeera pada September 2006 menunjukkan Osama bin Laden bersama dengan Ramzi Binalshibh, dan 2 pembajak Hamza al-Ghamdi and Wail al-Shehri, pada saat mereka bersiap-siap untuk penyerangan. 
       Terorisme yang terjadi adalah bentuk terorisme yang dilancarkan non state actor yang dituduhkan kepada Osama bin Laden yaitu pemimpin gerakan Al-Qaeda. Tuduhan terhadap Osama bin Laden diduga sebagai skenario Amerika Serikat untuk menguasai daerah Timur Tengah karena Amerika memiliki kepentingan terhadap sumber minyak bumi di kawasan Timur Tengah. Sebenarnya kejadian terorisme ini adalah bentuk state terrorism yaitu kegiatan atau alat yang digunakan pemerintah dalam hal ini Amerika Serikat sebagai sarana paksa untuk menundukkan pihak lain yaitu negara-negara di kawasan Timur Tengah, sehingga dapat diatur. Dalam hal ini kemudahan Amerika Serikat untuk memperoleh kebutuhan akan minyak bumi yang dipergunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan industri maupun untuk menambah devisa negaranya melalui penjualan hasil olahan minyak bumi itu.

Tanggapan Amerika Serikat Pasca Tragedi WTC
      Setelah terjadinya insiden yang menewaskan kurang lebih 3000 orang tersebut, Amerika menganggap bahwa orang-orang muslim merupakan kaum yang berfaham radikal atau fundamental. Banyak orang di dunia Barat yang percaya bahwa, sebagaimana yang telah diperkirakan oleh Samuel P. Huntington, memang ada perbenturan peradaban karena Islam menyebabkan umat Islam tidak cocok dengan modernisasi. Banyak yang percaya bahwa “Islam” telah mendorong umatnya untuk melakukan berbagai tindak teror dan kejahatan, bahwa agama ini tidak sesuai dengan demokrasi Barat yang liberal.[5] Pandangan tersebut dapat dimengerti karena orang Barat maupun Eropa sangat sedikit pemahamannya tentang Islam.
        Pasca tragedi 9/11 kebijakan luar negeri Amerika mengalami perubahan terutama dengan adanya kegiatan counter-terrorism. Dalam usahanya untuk memerangi terorisme, Amerika dengan gencar mengkampanyekan kebijakan luar negerinya yakni anti-Terorisme keberbagai negara di dunia. Salah satu bentuk pelaksanaan doktrinnya adalah Pre emptive strike (menyerang sebelum diserang). Tragedy WTC memberikan legitimasi kepada Amerika untuk menginvasi Afghanistan karena Amerika beranggapan bahwa gembong teroris atas runtuhnya gedung WTC berada di Afghanistan dalam gerakan Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden.
        Adapun tujuan Amerika menginvasi Afghanistan adalah membentuk suatu pemerintahan pasca-Taliban yang Pro Washington,  kemudian AS bermaksud menggunakan keberadaan militernya di Afghanistan dengan terus menerus mendengungkan “memburu teroris dan memusnahkan jaringanya” agar Washington bisa mempertahankan keberadaan milternya di Asia Tengah dan Pakistan, selain itu secara khusus, agenda AS di luar Afghanistan , yaitu di Negara-negara Asia Tengah adalah untuk menancapkan kukunya di kawasan itu sehingga secara tidak langsung juga akan meminimalisir pengaruh politik Rusia, Cina, dan Iran. Dan yang terakhir adalah keberadaan militer AS di beberapa Negara Asia Tengah akan memungkinkan Washington  untuk menyedot migas di kawasan itu disamping menyingkirkan keikutsertaan Iran dan Cina, serta mengurangi monopoli Rusia atas minyak dan gas Asia Tengah.
        Selain alasan ingin mengejar jaringan teroris internasional Al-Qaeda di Afghanistan, Amerika juga berlanjut ke penggulingan rezim Saddam Husein yang dianggap Amerika mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda serta isu Irak bahwa Irak tengah mengembangkan senjata pemusnah massal (nuklir), pemimpin yang otoriter, pertahanan yang represif serta menguasai minyak di Asia Tengah.
     Bagi Amerika, kepentingan minyaknya akan aman jika posisinya di Afghanistan semakin kokoh dan hubungan bilateralnya dengan negara-negara Asia Tengah terjalin erat karena Afghanistan memiliki posisi penting untuk menyalurkan minyak Asia Tengah ke Dunia Barat dan Timur. Minyak selain disalurkan ke dunia Barat dan Timur, juga dibutuhkan oleh Amerika untuk keamanan nasionalnya, di mana Amerika membutuhkan energi untuk melindungi keamanan, menggerakan mesin kendaraan bermotor, memproduksi produk-produk, dan lain-lain.
     Strategi pertama yang diterapkan Amerika dalam penyerangan ke Afghanistan adalah menghancurkan infrasturktur militer, kendaraan lapis baja, dan menjatuhkan bom untuk menghancurkan kekuatan pasukan Taliban. Taliban dalam konteks ini tidak berarti pelajar yang menimba ilmu pengetahuan di universitas-universitas modern tetapi santri-santri yang sejak awal selain dididik agama juga diajari menggunakan senjata dalam jihad.[6]. Yang ada dibenak pemerintah Bush dan petinggi militer Amerika pada penyerangan tersebut adalah balas dendam atas kematian ribuan orang di bawah reruntuhan gedung WTC dan menggulingkan Taliban serta menggantikannya dengan pemerintahan baru yang pro-kepentingan Amerika, karena niat Amerika adalah menumbangkan pemerintahan Islam Taliban dan menggantinya dengan sebuah rezim baru yang lebih kooperatif sehingga Amerika dapat melangsungkan bisnisnya di Asia Tengah dan Afghanistan. Dalam serangan Amerika tersebut sedikitnya 50 rudal jelajah dan sekitar 40 pesawat tempur menjatuhkan bom tepat di lima kota besar Afghanistan yaitu Kandahar, Mazar-e-Sharif, Jalalabad, Heart, dan Kabul. Menurut berita yang ada, serangan tersebut juga didukung oleh sejumlah kapal selam Inggris berikut puluhan pesawat tempur dan pembom. Belasan rumah hancur ditembaki oleh rudal-rudal Amerika. Beberapa markas militer Taliban rusak berat. Dalam serangan militer yang disertai pemboman udara secara besar-besaran, Taliban tidak mampu menandingi kekuatan militer Amerika yang serba modern sehingga Mullah Umar terpaksa memerintahkan pengosongan Ibukota pada November 2001 sekaligus menandai ditutupnya lembaran kekuasaan Taliban, meski perang melawan terorisme belum bisa dikatakan telah selesai. Pemerintah Bush pun semakin memiliki peluang besar untuk melanjutkan rencananya untuk mengeksploitasi kekayaan minyak di Asia Tengah dengan membentuk pemerintahan baru di Afghanistan yang lebih kooperatif. Meskipun rencana pembangunan pipa Migas sempat terhenti, namun beberapa hari setelah militer Amerika melancarkan serangan ke Afghanistan, Dubes Amerika Serikat untuk Pakistan dan Menteri Sumber Daya Alam dan Perminyakan Pakistan mengadakan sebuah pertemuan di Islamabad yang intinya membahas upaya melanjutkan proyek penyaluran Migas dari Asia Tengah ke Pakistan melalui Afghanistan.[7]
        Sebagai langkah awal, Amerika Serikat terbilang sukses karena militernya telah berhasil menumbangkan sekaligus mengganti pemerintahan Taliban dengan pemerintahan yang lebih kooperatif dengan Amerika. Sekarang bisa dilihat bahwa niat awal Amerika adalah untuk memerangi terorisme, sekarang berbalik menjadi “polisi” Migas bagi sejumlah perusahaan raksasa minyak Amerika Serikat.

Reaksi Negara-Negara Muslim Terhadap Tragedi WTC
     Menanggapi peristiwa “Black Tuesday” masyarakat internasional pun memberikan beragam reaksi, hampir seluruh masyarakat dunia berbelasungkawa atas tewasnya ribuan orang dibawah reruntuhan menara kembar WTC, begitu juga dengan negara-negara Muslim, diantaranya adalah Palestina, Mesir, Malaysia, Libya, Syiria, dan Pakistan. Adapun reaksinya dari berbagai Negara adalah[8] :
Presiden Palestina Yasser Arafat, mengirimkan ungkapan bela-sungkawa, dan bela-sungkawa penduduk Palestina kepada Presiden AS George W.Bush
Presiden mesir Hosni Mubarak, “mesir dengan tegas dan keras mengutuk serangan yang ditujukan kepada warga sipil maupun militer, yang telah menyebabkan tewasnya ribuan orang tidak berdosa”.
PM Israel Ariel Sharon, “hati kami bersama anda (penduduk Amerika) dan kami siap memberikan bantuan kapan saja diperlukan. Ini adalah perang antara kebaikan versus kejahatan dan antara kemanusiaan versus penumpahan darah”.
PM Malaysia Mahatir Mohammad, ”Aksi balas dendam hanya akan menimbulkan kematian dikalangan penduduk tidak berdosa dan bahkan akan menyebabkan munculnya serangan-serangan balik.”
Pemimpin Libya Muammar Qhadafi, sosok yang dituding AS memberikan dukungan kepada Terorisme Internasional, “Terlepas dari konflik dengan Amerika, adalah merupakan kewajiban dan kemanusiaan untuk menunjukan simpati kepada rakyat Amerika dan menyatakan berdiri di sisi mereka dalam situasi menyeramkan ini”. Qhadafi mendesak kelompok-kelompok donor muslim untuk menawarkan bantuan terlepas dari perbedaan antara Amerika dengan penduduk lainnya di dunia.
Presiden Syiria Bashar Assad selain mengirimkan ungkapan bela sungkawa ke gedung putih, juga menyeru dunia untuk bekerjasama dalam memusnahkan seluruh bentuk Terorisme
Presiden Pakistan Jenderal Pervez Musharraf menyatakan mengutuk keras serangan ke AS dan menyeru dunia Internasional untuk melakukan kerjasama dalam memerangi terorisme yang dianggapnya sebagai bentuk “Kejahatan pada era modern”
Itulah beragam reaksi dari Negara-negara Muslim dalam menyikapi tragedi mengerikan di New York. Ada juga reaksi yang di tampilkan namun diselingi sindiran tajam kepada pemerintah AS. Yakni Negara Saudi Arabia, Pangeran Al-Waleed Bin Talal Bin Abdul Azis al-saud menyatakan agar pemerintah Amerika Serikat segera merubah kebijakan-kebijakannya di Timur Tengah yang dinilai merugikan dunia muslim, dengan menyerahkan dana untuk bantuan kemanusiaan senilai US$10 juta kepada walikota New York, Rudy Guliani. Namun dana bantuan tersebut ditolak oleh Giuliani dan pangeran al-Waleed mempertahankan pendapatnya.

Dampak Tragedi WTC Terhadap Irak : Invasi Amerika ke Irak
      Pasca tragedi WTC, Amerika mendapatkan legitimasi untuk menginvasi Afghanistan juga menginvasi Irak pada tahun 2003. Di bawah pimpinan Bush Junior, Amerika kembali menyerbu Irak. Peryerbuan ini dikenal dengan Okupasi Irak, Perang Teluk II, Perang Teluk III, atau oleh Amerika disebut Operasi Pembebasan Irak. Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan Secara resmi kebijakan keamananya yakni National Security Strategy – 2002 (NSS-2002). Kebijakan itu seakan-akan menyatakan pemerintah Presiden Bush akan memerangi Terorisme menurut caranya sendiri dengan mengabaikan hukum internasional.
      Bulan Maret pun menjadi bulan yang kelam bagi warga Irak. Amerika Serikat melancarkan serangan terbatas ke Baghdad. Pemimpin Irak atau Saddam Husein pun menanggapi aksi Amerika dengan menyerukan kepada media massa bahwa Irak siap untuk melawan pasukan musuh. Okupasi yang kemudian dilakukan oleh pasukan koalisi pimpinan Amerika mengakibatkan berlanjutnya peperangan antara para pemberontak dengan pasukan koalisi. Pasukan koalisi ini didukung penuh oleh Inggris. Tentara koalisi tersebut menggempur dan memasuki Irak melalui Kuwait. Semula rencana penyerbuan tersebut dilakukan melalui jalur Negara Turki dibatalkan karena Turki menolak wilayahnya digunakan untuk tujuan tersebut.
        Hingga minggu kedua Perang Teluk II, Ibukota Irak dihujani bom secara besar-besaran. Sebanyak kurang lebih 1000 pasukan Amerika mendarat di kawasan pegunungan yang dikuasai suku Kurdi. Serangan udara pasukan koalisi pimpinan Amerika mengebom kota Baghdad. Peristiwa ini memberikan perhatian warga internasional. Banyak penduduk di seluruh dunia mengadakan aksi demo menentang invasi Amerika ke Irak, bahkan rakyat Amerika pun menentangnya
    Peristiwa penyerangan Amerika terhadap Irak bertujuan mencegah kemunculan kekuatan yang akan menandinginya, tetapi selain itu ada tujuan lain yakni berambisi untuk meneguhkan kekuasaanya atas seluruh jagad raya ini. Dalam kasus Irak ada tiga kebohongan Amerika yang perlu diketahui. Pertama, Amerika berdalih bahwa Irak memiliki senjata pembunuh massal (nuklir) dan sangat membahayakan perdamaian dunia. Kedua, Amerika mengatakan bahwa pemerintah Saddam tidak demokratis. Pada kenyataannya, pemerintah Amerika juga mendukung rezim otoriter, contohnya Arab Saudi. Ketiga, presiden Saddam Husein dituding memiliki keterkaitan khusus dengan jaringan Al-Qaeda.
      Pada 9 April 2003, pasukan Amerika Serikat berhasil menguasai kota Baghdad. Ribuan anggota Marinir Amerika bergerak menuju Ibukota dari arah selatan dengan didukung oleh ratusan tank M1-Abram. Di sebelah timur Baghdad, sebuah patung raksasa berbentuk Saddam Husein dihancurkan. Sehingga pada 13 Desember 2003, Presiden Saddam Husein berhasil ditangkap setelah bersembunyi selama kurang lebih 9 bulan.
        Di luar tuduhan kepemilikan senjata pemusnah massal dan keterlibatan dengan teroris, Amerika mempunyai motif tertentu untuk menyerang Irak. Pada dasarnya motivasi Amerika menyerang Irak adalah demi kepentingannya sendiri yaitu untuk menguasai minyak, menyingkirkan Saddam Husein dan meneguhkan pengaruh politiknya di wilayah Timur Tengah yang juga bermanfaat untuk mengamankan posisi Israel.[9]

Dogma The Axis Of Evil
       Ketika kita tahu berbicara tentang The Axis of Evil ini adalah sebuah poros kejahatan yang dikumandangkan oleh Amerika serikat yakni dengan Presiden George Bush yang menuduh bahwa Iran tengah melakukan upaya pengembangan teknologi senjata pemusnah massal yakni dengan menyematkannya label Axis of Evil ke Negara-negara yang memiliki WMD. Adapun isi pidatonya sebagai berikut:
Harapan saya adalah bahwa semua bangsa akan….mengeliminir teroris yang mengancam negara–negara mereka dan juga Negara kami. Tujuan kedua kami adalah untuk mencegah rezim-rezim yang mensponsori teror untuk mengancam Amerika, sekutu dan sahabat kami dengan senjata pemusnah massal(Weapon of Mass Destruction)… Iran secara agresif mencoba memperoleh senjata disamping melakukan ekspor terror. Ini adalah sebuah rezim yang menyembunyikan sesuatu dari dunia yang beradab. Negara-negara seperti ini (Irak, Iran dan Korea Utara) dan sekutu-sekutu teroris mereka, merupakan poros kejahatan (axis of evil), yang berupaya untuk mengancam perdamaian dunia.[10]
Sebenarnya ini adalah opini Amerika untuk memprogandakan atau usaha dan upaya untuk mengubah Etika atau Perilaku dengan menggunakan simbol-simbol. Yang sebelumnya menurut Amerika Dogma ini akan memperbaik antar Negara justru malah memperkeruh keadaan dan memperburuk keadaan bagi Negara yang dicantumkan tersebut, yakn Iran, Irak, dan Korea utara.
         Mantan Menteri Luar Negeri AS, Madeleine Albright, menyebutkan pernyataan Bush tersebut sebagai "kesalahan besar". Pertama, mereka (Iran, Irak, dan Korut) sangat berbeda satu sama lain.


[1] Sayidiman Suryohadiprodjo.SiVis Pacem Para Bellum.hal:180-181

[2] K.J.Holsti, Politik Internasional , terjemahan M.Tahir Azhary, SH dari Interrnasional Politics, A Frameworks for Analysis, 1983, Jakarta, Erlangga, 1988, hlm.170
[3] Mohtar Mas’oed dalam “Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi”Jakarta: LP3S, September 1994, hlm. 140
[4] Umar Suryadi Bakti, Pengantar Hubungan Internasional, Jakarta: Jayabaya University pers, 1999, hlm 63
[5] Imam Feisal Abdul Rauf.”SEruan Azan Dari Puing WTC: Dakwah Islam Di Jantung Amerika Pasca 9/11.Bandung:Mizan.2007.hal:14
[6]Abdul Halim Mahally, “Menjarah Negeri Muslim” , Bekasi :fima Rodheta, 2006:hal 48
[7] Ibid. hal.100-102
[8] Ibid. hal 9
[9] Akhmad Iqbal.Perang-Perang Paling Berpengaruh Di Dunia.2010.Jogja Bangkit Publisher.hal:179
[10] Abdul Halim Mahally, Menjarah Negeri Muslim , Bekasi :fima Rodheta, 2006:hal 191

Tidak ada komentar:

Posting Komentar